Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum dan Unsur Pasal 1365 KUH Perdata
Salah satu gugatan perdata yang dapat diajukan terhadap seseorang melalui pengadilan negeri adalah gugatan perbuatan melanggar hukum. Ada beberapa pihak yang menyatakan sebagai “Perbuatan Melawan Hukum” dan ada pula pihak yang menyatakan sebagai “Perbuatan Melanggar Hukum”. Pada dasarnya kedua istilah tersebut sama dan merujuk pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “KUH Perdata”).
Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum
Salah satu gugatan perdata yang dapat
diajukan terhadap seseorang melalui pengadilan negeri adalah gugatan
perbuatan melanggar hukum. Ada beberapa pihak yang menyatakan sebagai
“Perbuatan Melawan Hukum” dan ada pula pihak yang menyatakan sebagai
“Perbuatan Melanggar Hukum”. Pada dasarnya kedua istilah tersebut sama
dan merujuk pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(selanjutnya disebut “KUH Perdata”).
Pasal 1365 KUH Perdata sendiri berisi ketentuan sebagai berikut:“Tiap
perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut.”
Pasal tersebut merupakan bagian dari KUH
Perdata Buku 3 Bab III Tentang Perikatan yang Lahir Karena
Undang-Undang. Oleh karena itu, gugatan perbuatan melanggar hukum timbul
bukan atas dasar adanya perjanjian yang disepakati oleh kedua/para
pihak, melainkan karena perikatan yang ditimbulkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Contoh kewajiban yang timbul karena
peraturan perundang-undangan adalah ketika seseorang melakukan perbuatan
yang melanggar hukum diantaranya melakukan penghinaan sebagaimana
diatur dalam Pasal 1372 KUH Perdata. Contoh lain adalah ketika seseorang
melakukan klaim terhadap barang yang sesungguhnya sudah dikuasai dan
dimiliki oleh orang lain.
Unsur-unsur pasal 1365 KUH Perdata
Sebagaimana telah disampaikan di atas,
bahwasanya Perbuatan Melanggar Hukum didasarkan pada Pasal 1365 KUH
Perdata. Unsur-unsur yang harus dipenuhi manakala seseorang akan digugat
atau diputus melakukan perbuatan melanggar hukum, yaitu:
- Perbuatan
- Perbuatan tersebut melanggar hukum
- Kerugian
- Hubungan kausa antara perbuatan dengan kerugian
Adapun setelah berlakunya Drukkers Arrest tanggal 31 Januari 1919, pengertian perbuatan melanggar hukum tersebut terdiri atas:
- Melanggar hak subyektif orang lain (hak-hak perorangan dan hak-hak atas harta kekayaan);
- Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat;
- Bertentangan dengan kesusilaan;
- Bertentangan dengan kepatutan.
Oleh karena itu, melanggar hukum dalam
hal ini bukan hanya hukum positif yang termuat dalam peraturan
perundang-undangan, melainkan juga hukum yang berada di masyarakat.
Sebagai contoh tindakan yang melanggar
hak subyektif orang lain, adalah ketika A melakukan klaim dan bahkan
memasang palang/melakukan penguasaan fisik terhadap suatu barang berupa
bidang tanah yang terletak di X. Sedangkan di atas bidang tanah X
tersebut telah terdapat Sertipikat Hak Milik atas nama B. Tindakan A
tersebut merupakan tindakan yang melanggar hak subyektif B.
Lebih lanjut, contoh tindakan yang
bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat diantaranya adalah ketika
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun telah mewajibkan
kepada Developer/Pengembang untuk memfasilitasi pembentukan Perhimpunan
Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (selanjutnya disebut “P3SRS”)
paling lambat 1 (satu) tahun setelah masa transisi. Oleh karena itu,
ketika Developer/Pengembang tidak memfasilitasi pembentukan P3SRS
termasuk menyerahkan seluruh dokumen yang diperlukan terkait perijinan,
maka Developer/Pengembang telah melanggar kewajibannya.
Tidak jarang pula gugatan diajukan
karena perbuatan melanggar kesusilaan dan kepatutan. Contoh pelanggaran
kesusilaan adalah ketika seseorang melakukan penghinaan kepada orang
lain, maka orang yang dihina dapat mengajukan gugatan kepada orang yang
menghina.
Adapun contoh pelanggaran kepatutan adalah ketika dalam suatu showroom mobil,
A yang datang lebih dahulu dengan pakaian biasa-biasa saja dan telah
selesai melakukan pembayaran tidak memperoleh kwitansi pembayaran karena
semua pramuniaga sibuk melayani B yang baru saja datang dengan pakaian
bermerek. Hal tersebut tentunya tidak patut karena A harus menunggu lama
untuk menerima kwitansi dan memproses jual belinya.
Selanjutnya, unsur kerugian juga
merupakan unsur yang penting dan harus dipenuhi agar seseorang dapat
dinyatakan telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Kerugian tersebut
dapat berupa kerugian materiil maupun kerugian imateriil. Kerugian
materiil sendiri harus dijabarkan dan dijelaskan dengan terperinci,
terlebih dasar terbitnya kerugian materiil tersebut juga harus
disebutkan.
Kerugian materiil adalah kerugian yang
timbul yang diakibatkan secara langsung dari perbuatan melanggar hukum
itu sendiri. Kerugian ini harus sudah terjadi dan timbul dengan
berkurangnya hak, harta orang yang dikenakan perbuatan melanggar hukum.
Sebagai contoh karena A menabrak B, maka B tidak dapat bekerja dan
gajinya harus dipotong. Pemotongan gaji B tersebutlah yang merupakan
kerugian materiil.
Kerugian imateriil sendiri adalah
kerugian yang tidak ditimbulkan secara langsung dari perbuatan melanggar
hukum tersebut. Kerugian materiil juga tidak dapat dihitung. Sebagai
contoh karena hilangnya waktu, tenaga, dan pikiran. Oleh karenanya nilai
kerugian imateriil tersebut tidak dapat diperinci, sehingga tidak
jarang Penggugat hanya menyebut nilai tertentu tanpa menghitung dengan
jelas.
Perlu diingat pula bahwa harus terdapat
korelasi atau hubungan sebab akibat antara perbuatan dengan tindakan.
Jika kerugian tersebut tidak berkaitan dengan tindakan yang digugat,
maka unsur hubungan kausal tersebut tidak akan terpenuhi dan
mengakibatkan gugatan perbuatan melanggar hukum nantinya berpotensi
ditolak.
Oleh karena itu, dalam mengajukan
gugatan melanggar hukum, harus dianalisis dan diketahui terlebih dahulu
apakah unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUH Perdata tersebut telah terpenuhi
atau tidak. Manakala terdapat satu unsur yang tidak terpenuhi, maka
tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar
hukum.
Oleh : Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA