KANIGARAN-Wali
Kota Probolinggo, dr. Aminuddin berkesempatan menghadiri Kenduri
Legian, Jumat (22/8), sebuah acara yang digagas oleh budayawan muda
sekaligus tokoh agama Kota Probolinggo, KH. Ahmad Tajul Mafakhir atau
yang akrab dikenal Gus Tajul.
Gelaran yang berlangsung di Cafe and
Resto D’Bellpepper pada Jumat (22/8) siang ini menghadirkan undangan
dari berbagai kalangan, mulai dari forkopimda, tokoh agama, pelaku UMKM
dan stakeholder.
Kenduri Legian bukan sekadar ajang
berkumpul, melainkan wadah untuk memperkuat kerukunan, kebersamaan, dan
ketahanan sosial masyarakat Kota Probolinggo. Dalam suasana santai, para
undangan yang hadir larut dalam obrolan dan diskusi ringan, yang
menambah kehangatan kebersamaan.
Dalam sambutannya, Wali Kota
Probolinggo, dr. Aminuddin, menekankan bahwa Kenduri Legian bukan
sekadar perjamuan, melainkan forum inklusif untuk memperkuat resiliensi
sosial masyarakat.
“Bahasa sekarang ini yang sedang tren
memang bagaimana kita bisa membangun ketahanan, baik pertahanan, pangan,
maupun kerukunan. Resiliensi ini menjadi kata kunci. Dan resiliensi itu
hanya bisa terwujud kalau kita inklusif, terbuka untuk semua. Maka,
Kenduri Legian ini saya nilai sangat tepat,” ujarnya.
Wali
Kota Aminuddin juga menekankan pentingnya menjaga kebhinekaan sebagai
kunci memahami Pancasila. “Kalau kita tidak memahami kebhinekaan, sulit
untuk memahami Pancasila. Kota Probolinggo beruntung sejak awal sudah
jamak, ada etnis China, Arab, suku Madura, Jawa, Melayu. Inilah wajah
Bhinneka Tunggal Ika yang harus terus kita jaga. Suasana kondusif yang
kita miliki sekarang adalah modal besar untuk menuju Indonesia Emas
2045,” tegasnya.
Senada, Gus Tajul mengatakan gagasan
Kenduri Legian berangkat dari filosofi “Kenduri” yang berarti selamatan
atau acara makan bersama yang biasanya penuh doa, syukur dan
kebersamaan. Sedangkan “Legian” yang berarti guyub, ramai, dan penuh
kebahagiaan. Ia menekankan bahwa Kenduri Legian adalah upaya sederhana
namun penuh makna untuk merawat semangat kebhinekaan.
“Alhamdulillah, di usia 80 tahun
kemerdekaan ini kita masih diberi kesempatan untuk setia merawat
kebhinekaan. Kita tidak bisa hanya menyuruh orang lain damai kalau diri
kita sendiri tidak damai. Forum ini adalah warisan nilai dari para
pendiri bangsa, bahwa silaturahmi lintas tokoh akan melahirkan suasana
kebangsaan yang kondusif. Kalau di tingkat nasional dulu Taufik Kiemas
rutin mengundang tokoh negara hanya untuk makan bersama, di Probolinggo
kita lakukan hal yang sama dalam skala lokal,” ungkapnya.
Gus Tajul yang juga dikenal sebagai
pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Muttaqien di wilayah Kecamatan
Kademangan, berharap forum ini benar-benar menjadi simbol resiliensi
sosial dan harmoni masyarakat. “Di tengah derasnya arus digitalisasi,
masyarakat butuh ruang nyata untuk berjumpa, bertukar pikiran, dan
mempererat persaudaraan. Kenduri Legian ini kami harapkan menjadi
momentum menjaga harmoni kota,” jelasnya.
Sementara itu Sekretaris MUI Kota
Probolinggo, Imanudin, mengatakan bahwa Kenduri Legian telah berlangsung
sebelum pandemi covid-19 yakni di tahun 2019 dan kini dihidupkan
kembali sebulan sekali di Jumat Legi untuk mempererat harmoni. “Tujuan
utamanya sederhana, menyambung rasa. Tidak ada agenda resmi atau diskusi
formal, hanya makan bersama. Tapi dari situ tercipta suasana positif
yang bisa dibawa pulang ke lingkungan masing-masing. Kalau para tokohnya
akur dan rukun, insyaallah masyarakat di bawahnya juga ikut rukun.
Itulah tujuan utama Kenduri Legian,” jelasnya. (mir/pin)