Kanigaran -
Guna meningkatkan pemahaman dan kapasitas pemilik risiko pada seluruh
perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Probolinggo, Inspektorat
setempat menggelar Bimbingan Teknis Manajemen Risiko pada Rabu (18/12)
pagi di Command Center kantor wali kota setempat. Penjabat Wali Kota M.
Taufik Kurniawan, para asisten, staf ahli, kepala perangkat daerah dan
camat se Kota Probolinggo mengikuti bimtek tersebut.
Kegiatan
ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan keterampilan kepada
peserta dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko yang
mungkin terjadi dalam menyusun risk register atas
program/kegiatan prioritas di tingkat kota maupun tingkat perangkat
daerah. “Yang berfokus pada peningkatan kemampuan dalam
mengidentifikasi, menganalisis, serta mengelola risiko dalam kegiatan
operasional perangkat daerah dan untuk memperkuat kapasitas peserta
dalam menghadapi potensi risiko yang dapat mempengaruhi kinerja
organisasi,” ujar Inspektur Puji Prastowo.
Selain itu, peserta juga diberikan
kesempatan untuk mengikuti sesi diskusi dan studi kasus yang dapat
memperdalam pemahaman mereka mengenai penerapan manajemen risiko dalam
skenario nyata. Dengan memanfaatkan berbagai alat dan teknik terbaru,
mereka dilatih untuk membuat keputusan yang tepat dalam menghadapi
situasi yang penuh ketidakpastian.
Narasumber dari Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur Cipatra mengatakan angka SPBE
(Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) Pemkot Probolinggo yaitu 3,2
dari skala 5, salah satu unsur di antaranya adalah mengelola manajemen
risiko.
Hal
ini menjadi perhatian Penjabat Wali Kota M. Taufik Kurniawan saat
ditemui usai membuka acara. “Narasumber tadi mengatakan demikian, dengan
momentum ini berarti nanti teman-teman di OPD untuk lebih meningkatkan
dan aware lagi terkait manajemen resiko, terutama pengelolaan
manajemen. Saya yakin kalau identifikasinya semuanya sudah berjalan
dengan baik tinggal pengelolaannya,” ucapnya.
Ia pun memberikan masukan terkait hal
itu. “Secara teknis bisa dilakukan dengan ditunjuk secara manajer yang
menangani meskipun dari struktur organisasi tidak ada tapi bisa ditunjuk
yang bertanggung jawab untuk mengawali,” usulnya.
Menurutnya, tantangan yang ada yaitu
budaya organisasi yang masih belum merasa perlu banget terkait dengan
manajemen risiko ini. “Merasa semuanya berjalan dengan baik, padahal di
situ ada potensi-potensi yang bisa menggagalkan capaian tujuan atau
risiko-risiko fraud, termasuk risiko bencana,” tambahnya. (dy/uby)