Surabaya –
Wali Kota dr. Aminuddin turut hadir dalam Rapat Koordinasi Ketahanan
Pangan di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, yang diselenggarakan Kamis
(14/3). Rakor ini diikuti oleh Bupati/Wali Kota se-Jawa Timur dan
sejumlah tokoh penting, seperti Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur
dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yuhoyono, Gubernur Jawa
Timur Khofifah Indar Parawansa, Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak,
serta Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah, Agraria,
dan Tata Ruang Nazib Faizal.
Tujuan utama dari rakor ini adalah untuk
mendiskusikan langkah-langkah strategis guna memperkuat ketahanan
pangan serta mendukung kebijakan infrastruktur yang mendukung katahanan
pangan di Jawa Timur menuju "Gerbang Baru Nusantara".
Dalam
sambutannya, Gubernur Khofifah menekankan pentingnya peningkatan
produksi pangan, khususnya beras, di Jawa Timur. “Jawa Timur ditargetkan
tambah produksi berasnya sebesar 2,2 juta ton,” ujar Khofifah.
Ia juga menjelaskan berbagai proyek
infrastruktur yang sedang berjalan, seperti pengembangan irigasi dan
drainase, yang diharapkan dapat meningkatkan hasil pertanian dan
menambah musim panen.
Salah satu pembahasan utama adalah
tentang infrastruktur air untuk pertanian. Khofifah menjelaskan bahwa
saat ini masih ada sekitar 488.000 hektar sawah non-irigasi di Jawa
Timur yang hanya bisa dipanen sekali dalam setahun.
“Jadi
sawah non irigasi di Jawa Timur itu masih 488 ribu hektar. Inilah yang
membutuhkan irigasi tersier yang bisa tersambung. Apakah waduk-waduk
yang sudah ada ataukah melalui pipanisasi dan seterusnya. Tapi air ini
menjadi faktor yang siginifikan untuk bisa maksimalisasi dari sawah non
irigasi tersebut bisa tiga kali panen. Sekarang ini posisinya masih satu
kali panen,” tambahnya.
Dalam pembahasannya, Khofifah juga
memastikan bahwa ketahanan pangan di Jawa Timur cukup stabil, dengan
surplus beras dan jagung. Selain itu, Gubernur Khofifah juga menyoroti
potensi besar padi di Jawa Timur yang seharusnya dapat dikategorikan
sebagai padi premium. Namun, karena proses pengeringan yang kurang
optimal, banyak padi yang akhirnya kategori medium. Khofifah berharap
dengan penggunaan teknologi pengeringan seperti bed dryer di tingkat desa dapat membantu mengatasai masalah ini.
“Pada
dasarnya padi-padi yang ada di Jawa Timur ini potensial padi premium,
tapi kenapa kemudian masuk kategori medium karena pengeringannya kurang
bagus. Kita sudah menginisasi bed dryer,” terangnya.
“Jawa Timur adalah produsen padi
terbesar di Indonesia. Kita istikamah dalam enam tahun terakhir menjadi
penghasil padi sekaligus beras tertinggi di Indonesia,” jelasnya.
Terpisah, dr. Aminuddin, yang hadir
dalam rakor ini, menyatakan dukungannya terhadap program ketahanan
pangan di Jawa Timur. “Kami siap berkolaborasi untuk mendukung segala
upaya yang dilakukan pemerintah provinsi agar ketahanan pangan di
seluruh Jawa Timur dapat terjaga dengan baik,” ujarnya. (uby/pin)